Blog yang berisikan Motivasi Hidup

Cinta Kepada Ayahku Seorang Pengayuh Becak

 
Cerita hari ini tentang pengorbanan, yang menggambarkan kasih sayang, cinta dan perjuangan seorang ayah kepada anaknya. Sebuah kisah yang menunjukan sesuatu yang sangat berharga tentang impian, tekad, teladan seorang ayah, disiplin dan pantang menyerah demi kehidupan anaknya yang lebih baik.
Sebuah botol acar besar itu, selalu ada di lantai di samping lemari kamar orangtunya. Sebelum tidur, Ayahnya selalu mengosongkan kantong celananya, lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu. Sebagai anak kecil, Ia senang mendengar gemerincing koin yang dijatuhkan ke dalam botol itu. Bunyi gemerincingnya nyaring jika botol itu baru terisi sedikit. Nada gemerincingnya menjadi rendah, ketika isinya semakin penuh. Tak jarang Ia suka jongkok di lantai di depan botol itu, mengagumi keping-keping perak dan tembaga yang berkilauan seperti harta karun bajak laut/ ketika sinar matahari menembus jendela kamar tidur.
Sosok Kecil pengagum botol acar besar itu, sebut saja Hendra.
Ia sangat senang jika isinya sudah penuh, Ayahnya menuangkan koin-koin itu ke meja dapur, menghitung jumlahnya sebelum membawanya ke Bank, untuk membayar premi polis asuransi pendidikan. Membawa keping-keping koin itu ke Bank, selalu mereka berdua anggap peristiwa besar. Koin-koin itu ditata rapi di dalam kotak kardus, dan diletakkan di antara Hendra dan ayahnya di atas sepeda motor tua yang sejak dulu ayahnya milki. Setiap kali mereka pergi ke Bank, Ayahnya selalu memandang Hendra dengan penuh harap, dan berkata.
“Karena koin-koin ini, kau kelak tidak perlu bekerja mengayuh becak seperti ayahmu ini. Nasibmu akan lebih baik daripada nasib ayahmu.” Kata Sang Ayah.
Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi koin itu ke kasir Bank, Ayah Hendra selalu tersenyum bangga. “Ini uang kuliah anakku. Dia takkan bekerja mengayuh becak seumur hidup seperti ku” Begitu setiap kali ayahnya menyetorkan uang.
Pulang dari Bank, mereka selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli es krim. Hendra selalu memilih es krim cokelat. lalu Ayahnya memilih yang vanilla. Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu menunjukkan beberapa keping koin kembalian itu kepadanya “Sampai di rumah, kita isi botol itu lagi.” Begitu ujarnya.
Ayah selalu menyuruh Hendra, memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol yang masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring, mereka saling berpandangan sambil tersenyum. “Kau akan bisa kuliah dengan koin dua ratus/ lima ratus, dan seribu rupiah ini.” kata sang ayah. Kau pasti bisa kuliah nak, Insya Allah.
Tahun demi tahun pun berlalu. Dengan keteguhan, perjuangan, dan keyakinannya bahwa Allah akan membalas semua usaha yang mereka lakukan, akhirnya memang berhasil dan Allah mengabulkan doa dan keseriusan mereka. Hendra bisa mengenyam pendidikan di universitas, dan lulus dengan prestasi memuaskan.
Cita-cita ayahnya yang ingin membuat kehidupan lebih layak bagi Hendra ternyata menjadi kenyataan, Hendra mendapat pekerjaan di luar kota setelah lulus kuliah. Hendra mampu menjalankan amanah ayahnya dengan baik, dan kehidupannya kini lebih layak, dan Hendra pun telah melengkapkan setengah agamanya, dengan menikahi seorang gadis teman masa kuliahnya, dan dikaruniai satu anak.
Pernah suatu waktu, mengunjungi orang tuanya di daerah purbalingga. Ia masuk ke kamar tidurnya. Botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana. Leher Hendra serasa tercekat, ketika matanya memandang lantai di samping lemari tempat botol acar itu biasa diletakkan.
Ayahnya bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan. Tetapi Baginya botol acar itu, telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih nyata, daripada hanya kata-kata indah. Botol acar itu melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padanya. Dalam keadaan keuangan sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi botol acar itu dengan koin. Bahkan di kala ayah sakit, sehingga tidak mampu mengayuh becak, dan Ibunya terpaksa hanya menyajikan tempe goreng dengan sambal bawang selama berminggu-minggu, satu keping pun tak pernah diambil dari botol acar itu. Sebaliknya, sambil memandang Hendra dari seberang meja, dan mencolekkan sepotong tempe ke sambal, Ayahnya semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan keluar bagi Hendra. “Kalau kau sudah tamat kuliah,” katanya dengan mata berkilat-kilat “Kau tak perlu makan hanya dengan sambal bawang dan tempe seperti ini, kecuali jika kau memang mau.”
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori kata bijak dengan judul Cinta Kepada Ayahku Seorang Pengayuh Becak. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://zeinsee.blogspot.com/2013/05/cinta-kepada-ayahku-seorang-pengayuh.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: zeinsee - Senin, 20 Mei 2013

Belum ada komentar untuk "Cinta Kepada Ayahku Seorang Pengayuh Becak"

Posting Komentar