Sejumlah
pengungsi Rohingya yang berada di Medan, Sumatra Utara,
prihatin denga pembantaian yang terjadi di Myanmar. Sebagian pengungsi
yang telah
berada dua bulan hingga satu tahun di Kota Medan itu berharap
Pemerintah Indonesia bisa membantu mereka.
Setiap memandang
foto-foto pembantaian yang beredar, rasa pilu pilu menyergap para
pengungsi Rohingya yang saat ini berada di Penginapan Pelangi, Medan,
Sumatra Utara.
Muhamad Nuh, salah satunya. Meski tak sanggup
melihat foto-foto penuh
penderitaan itu, namun hanya itulah kenangan
yang tersisa bagi Nuh.
Masih terkenang
detik-detik ia
menyelamatkan diri dari kampungnya di Desa Maungdaw, Myanmar,
meninggalkan ibu, ayah, serta adik-adiknya.
Meninggalkan orang-orang
yang dicintainya hingga akhirnya bersama 59 rekannya, ia terdampar di
Medan atas bantuan International Organisation Migration.
Kini, di
saat Bulan Ramadan, kehilangan itu makin terasa dalam. Beribadah tanpa
keluarga tercinta semakin terasa menyiksa. Matanya berkaca-kaca jika
menceritakan deritanya.
"Kalau puasa kita menangis karena tidak
ada ibu-bapak di sini. Kalau beribadah dan salat sering
menangis," elu
Nuh dengan nada terba-bata., Kamis (2/8).
Hingga kini, kondisi
Etnis Rohingya di Myanmar belum membaik.
Pembantaian dan pembakaran
masih terus terjadi. Human Right Watch, LSM yang berbasis di New York,
Amerika Serikat menemukan kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar,
termasuk aksi pemerkosaan dan penyekapan terhadap Etnis Rohingya.
Mereka menyebut pemerintah Myanmar sengaja
membiarkan kekerasan yang dipiicu konflik SARA ini.
Selama
beberapa dekade sekitar 800.000 Etnis Rohingya tidak mendapat tempat di
Myanmar. Meski sudah menetap sejak lama di Rakhine, etnis Rohingya
tidak diakui sebagai warga Myanmar.(MEL)