Di Perancis, jalan menuju Islam radikal seringkali dimulai dengan
tindak kejahatan ringan yang melemparkan seorang anak muda ke penjara
yang terlalu padat dan penuh kekerasan yang menghasilkan mualaf yang
siap untuk jihad.
Saat negara ini meningkatkan keamanan sejak Januari ketika
pasukan-pasukan Perancis mulai melawan kelompok Islamis yang terhubung
al-Qaida di Mali, pihak berwenang semakin khawatir mengenai pertumbuhan
militan di penjara Perancis.
Namun, meski ada upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini,
kondisi di belakang jeruji besi masih mengubah pemuda Muslim sasaran
empuk bagi mereka yang merekrut jihadis, menurut penjaga, kepala
penjara, mantan narapidana, pemuka agama dan ahli pidana yang
diwawancarai oleh kantor berita Reuters pada beberapa bulan terakhir.
“Saya bertemu orangtua-orangtua yang mengatakan: ‘Anak saya masuk
penjara sebagai penjual narkoba dan keluar sebagai fundamentalis’,” ujar
Hassen Chalghoumi, imam masjid di Drancy, pinggiran kota Paris.
Kelompok Islamis di Mali telah memperingatkan bahwa Perancis adalah
sasaran untuk serangan, yang paling baru dalam sebuah video yang muncul
Selasa. Hal ini menambah kekhawatiran dalam negara yang, menurut badan
polisi Europol, telah menangkap 91 orang pada 2012 untuk dugaan
terorisme yang diinspirasikan agama.
Perancis memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa, sekitar lima
sampai enam juta orang, sebagian besar merupakan warga negara yang patuh
dan cinta damai. Fenomena radikalisme agama di penjara bukan terjadi di
Perancis saja, tapi juga di Inggris, Amerika Serikat sampai
Afghanistan. Namun Perancis menonjol karena lebih dari setengah
narapidananya merupakan Muslim, banyak diantaranya dari komunitas yang
miskin dan pengangguran.
Kakak beradik dari Chechnya yang merupakan tersangka pemboman Boston,
meski bukan mantan narapidana, lebih jauh menggarisbawahi ancaman yang
diberikan oleh para militan soliter – anak-anak muda dari komunitas
imigran yang bergerak sendiri atau dalam kelompok kecil yang terdrong ke
dalam kelompok Muslim garis keras.
“Kita menghadapi musuh eksternal di Mali, namun juga musuh di dalam
sebagai produk radikalisasi,” ujar Menteri Dalam Negeri Perancis Manuel
Valls.
“Mereka mulai sebagai penjahat kelas teri, kemudian menjual narkoba,
masuk penjara dan berubah menjadi Muslim radikal dan benci Barat,”
ujarnya pada media lokal pada Februari.
Penjaga penjara Villepinte Blaise Glangbazo mengatakan radikalisasi
Islam merupakan ancaman serius dalam sebagian besar penjara di Perancis.
“Namun di penjara yang lebih keras seperti Villepinte, kecenderungan itu semakin mudah. Ini sekolah yang baik.”
Populasi penjara Perancis meningkat sepertiganya dalam dekade
terakhir, sebagian karena kebijakan pemerintah konservatif yang
memberikan hukuman berat bagi pidana berulang.
Menurut para ahli, salah satu cara mengatasi Islam radikal di penjara
adalah melalui pemuka agama yang memberikan ajaran moderat. Namun
Perancis kurang memiliki pemimpin Muslim, yang jumlahnya hanya mencapai
160 orang dibandingkan dengan 700 pemuka agama Kristen.
Abdelhak Eddouk, rohaniwan untuk penjara Fleury-Merogis di luar kota
Paris selama sembilan tahun sebelum ia mundur baru-baru ini, mengatakan
perlu ada 480 rohaniwan Muslim, berikut panduan yang lebih jelas
mengenai tugas mereka.
Pemerintah hanya menambah 30 orang untuk penjara tahun ini dan tahun depan. (Reuters/Alexandria Sage)