Negeri ini penuh dengan Jeritan. Pagi, siang, sore,
bahkan sampai malam, hampir setiap sudut orang menjerit. Di ibu kota,
desa-desa, di perkampungan. Di dalam rumah, di luar rumah, di pinggiran
jalan. Di mall, di pasar-pasar traisional dan modern, di toko-toko. Di
tempat orang kaya, di tempat ornag miskin. Semuanya menjerit.
Namun, negeri ini seakan sudah sangat tuli
mendengar jeritan-jeritan itu. hingga semuanya berlalu seakan sebuah
senandung yang tercipta setiap waktu.
Mereka yang miskin menjerit, ketika harga-harga
kebutuhan pokok melonjak naik. Namun, mereka yang diharapkan dapat
menolong, hanya melakukan tindakan-tindakan yang sedikit sekali
membantu. Hingga jeritan rakyat miskin mengering dan hanya dapat
tertunduk pasrah dengan keadaan.
Para petani-petani menjerit. Kala harga pupuk
melonjak, dan pemerintah hanya dapat melakukan operasi dadakan untuk
memeriksa apa yang menjadi penyebab kenaikan harga pupuk itu. namun
solusinya? Hmm.. mungkin petani di suruh menaikkan harga hasil tanam
mereka. Dan ‘mereka’ berjanji akan melakukan tindakan agar hal yang sama
tidak terulang kembali.
Pemerintah pun ikut menjerit. Ketika mereka
mempertanyakan kenapa semua permasalahan seolah-olah selalu datang dari
mereka yang seakan tidak pernah becus memimpin rakyatnya. Tapi, mengapa
mereka tidak mau menjerit kalau sebenarnya mereka telah berusaha
memberikan yang terbaik kepada bangsanya, sehingga tidak patut kalau
semua permasalahan itu akibat pemerintahnya.
Para pelajar pun menjerit. Ketika mereka yang
berkeinginan kuat untuk bersekolah hingga mendapat gelar sarjana, tetapi
masih di paksa untuk membayar sejumlah uang yang dirasa masih terlalu
besar untuk beberapa golongan. Katanya, sekolah digratiskan, tetapi?
Entahlah! Mungkin itu hanya sekedar penyenang hati mereka yang tidur di
emperan untuk mendapat gelar sebagai seorang ‘terpelajar’.
Kebijakan-kebijakan baru yang dibuat, membuat pelajar-pelajar pun ikut
menjerit ketakutan setiap tahun. Katanya sich untuk menaikkan standar
pendidikan negeri ini. Tapi apa iya?
Yang kaya pun tak mau ikut ketinggalan. Mereka
saling menjerit, memamerkan kekayaan yang mereka miliki. Apalagi para
pejabat, yang tidak berhenti menjerit dengan korupsi-korupsi yang mereka
lakukan seolah tanpa dosa. Selalu berbicara undang-undang dan hukum
ketika di sindir soal uang Negara yang hilang di kantong mereka. Namun,
pada hasilnya, mereka yang korupsi sebegitu banyaknya, hanya di beri
hukuman yang tidak sebanding, serta denda yang dirasa sangat begitu
kecil. Bahkan mereka mendapat bonus fasilitas mewah didalam penjara.
Mereka terus menjerit untuk berkata ‘kami akan menuntaskan kasus korupsi
di Negara ini’! sedangkan yang menjerit itu, kita tidak pernah tahu,
apakah ia pun terbebas dari kejahatan korupsi.
Untuk yang beruang, cukup menjerit beberapa waktu
di dalam penjara. Sedangkan mereka yang miskin harus tahan menjerit
bertahun-tahun di dalam penjara. Mungkin yang miskin tidak tahu cara
berkelakuan baik, sehingga tidak mendapatkan remisi yang bisa memotong
setengah masa kurungan mereka.
Negara ini setiap hari penuh dengan jeritan-jeritan
yang menakutkan. Jeritan mahasiswa yang berdemo. Jeritan bentrokan
antar warga. Jeritan mereka yang menjadi korban kejahatan. Jeritan
bayi-bayi yang terbuang. Jeritan para pejabat koruptor yang bebas
berkeliaran. Jeritan Pertiwi….!!!! Dan sampai kapan???? Rasanya sudah
sangat frustasi untuk menjawab.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori kata bijak
dengan judul Inilah Negeri yang Penuh Jeritan.. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://zeinsee.blogspot.com/2013/06/inilah-negeri-yang-penuh-jeritan.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
zeinsee - Rabu, 05 Juni 2013
Belum ada komentar untuk "Inilah Negeri yang Penuh Jeritan."
Posting Komentar