Saat itu saya berusia 6 (enam) tahun. Bagi kami orang daerah, Surabaya adalah perjalanan panjang melelahkan.
Lamat-lamat peristiwa yang tersimpan di memori otak. Saya lupa mengapa
di Surabaya saat itu ? Yang pasti, kami sekeluarga berada di THR
Surabaya. “Pasar Malam” begitu bapak menerangkan padaku.
Sebagai orang kampung kami hanya jalan
berputar-putar saja, takjub akan kebingarannya. Setelah puas berjalan
keliling, nikmati gemerlap THR akhirnya kami pulang. Tampak Didin
kelelahan tertidur digendongan Bapak. Dekat pintu keluar, rombongan
mendadak berhenti. Baru nyadar kalau ada yang tertinggal. Saya yang
berjalan paling belakang, tertinggal karena tidak mengikuti route
perjalanan pulang rombongan. Saya nyempal. Sendirian meninggalkan Bapak,
Ibu, Didin, Rika dan Nita.
Saya berhenti di kerumunan, ikut asik
menonton atraksi. Tampak diatas meja terlihat sebuah Tank mainan
berjalan berputar-putar. Setiap menyentuh pembatas, Tank itu memutar
mencari jalan lain. Pada durasi tertentu, tank berhenti. Meriamnya
berputar-putar mengeluarkan suara tembakan. Lampu berwarna diujung
meriam menambah kekokohannya. Saya betul-betul takjub. Pikiran melayang,
andai saja saya bisa memilikinya….!? Bagi saya orang kampung yang
terbiasa main mobil dari bunga tebu, pelepah pisang atau kulit jeruk,
maka tank itu sebuah kemustahilan yang sangat menakjubkan…
Akhirnya bapak menemukanku diantara
gerombolan penonton. Saya tersihir kegagahan miniatur alat perang,
ngotot untuk menolak ajakan pulang. Walau akhirnya bapak berhasil
membujuk, saya bersedia pulang dengan berlinang airmata. Perjalanan
menuju Banyuwangi kutertidur kelelahan di bus.
Setiba di Banyuwangi, saya jatuh sakit
badanku panas. Diatas jidat ada saputangan. Dengan telaten bapak
mengompres kepalaku dengan sapu tangan yang dibasahi air. Setiap
saputangan mengering maka bapak kembali memeras, mencelupkan saputangan
kedalam kobokan berisi air, lalu meletakkannya di keningku. Semalaman
beliau selalu menjagaku. Asal anda tahu bahwa bila terobsesi sesuatu,
maka pasti badanku demam. Saya pernah ”step” berat hanya karena kepingin
dibelikan kembang api. Aku sering seperti itu di masa kecil dan itu
paling dikuatirkan Bapak.
Setelah dua hari, badanku masih tetap
panas. Padahal dokter Pardi sudah menginjeksiku. Saat itu pagi masih
gelap, tiba-tiba terdengar seseorang membangunku dengan pelan. Seseorang
berbisik di telinga kananku. ”Le…le…le..bangun le…ini Tank-nya”, kata
bapak sambil tersenyum memberikan mainan.
Spontan, saya beranjak kasur menyambar
Tank mainan. Senang banget hatiku, Tank yang dipamerkan di THR malam itu
sudah berada dipelukanku…. Kucari tempat luas, Tank itu berputar dengan
gagahnya. Meriamnya menyala-nyala, membarakan kegembiraan hatiku. Suara
dan gemerlap lampunya telah mengusir demam di badanku. Seketika itu
juga saya langsung sembuh. Hari itu saya seharian bermain denga
gembira……….
Seorang anak pasti tak pernah peduli
bagaimana orang tuanya memenuhi permintaannya. Tak sadar diotaknya hanya
terpikir rasa egosentris, bahwa : keinginannya harus cepat terwujud.
Tidak pernah berpikir bagaimana perjuangan orang tua dalam membantu
mewujudkan keinginannya. Dan tidak pernah tahu atau peduli : apakah
mereka punya uang atau tidak……?
Seperti kegembiraan saya bermain tank
pagi itu. Sama sekali tak pernah terlintas pikiran : bagaimana
perjuangan bapakku tercinta mendapatkannya….
Sungguh tak pernah terpikir, bahwa
seharian beliau telah menempuh jarak 2 x 300 km dengan motor Honda-69
kesayangannya. Agar anaknya menjadi senang gembira …
zeinsee
kata bijak